Usulal-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Asalibuha fi al-Bait wa al- Madrasah wa al-Mujtama', Dimasyq; Dar al-Fikr, t.th. Tharaba, Fahim. "Metodologi Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam Persfektif Al-Qur'an Surat al-Fushilat Ayat 53" Cendekia: Jurnal Kependidikan Dan Kemasyarakatan 17, no. 1, Januari - Juni 2019. Dalamsurat Al-Kahfi Allah SWT menjelaskan mengenai kisah Ashabul Kahfi yang berada dalam goa kurang lebih selama 300 tahun. Kaum mereka itu adalah orang-orang musyrik yang menyembah berhala. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan beberapa hal yang dapat kita jadikan teladan dari kisah yang terkadung dalam surah Al-Kahfi ini SuratAl-Kahf Ayat 75. ۞ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا Tafsir Quraish Shihab Diskusi (Khidhir berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku)" hal ini sebagai teguran yang kedua bagimu di samping TafsirSurah Al-Kahfi ayat 81-88 mengulas tentang penjelasan Nabi Khidir yang mengharapkan supaya Allah memberi rezeki yang lebih baik daripada anaknya yang telah dibunuh. Tafsir Tematik. Tafsir Ahkam; Tafsir Ekologi; Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 37-42. Redaksi-04/11/2021 0. SUARAMUSLIM RADIO NETWORK93.8 FM Suara Muslim Surabaya89.9 FM Suara Muslim Lumajang 88.7 FM Suara Muslim TubanKunjungi & Ikuti kami di:Website - https://www KajianTafsir Al-Ma'rifah karya Ustadz Dr. Musthafa Umar, Lc. MA membahas Surat Al-Kahfi Ayat 50-51.وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا wKnSr6d. Kisah merupakan salah satu dari lima pokok kandungan Al-Qur’an. Selain itu kisah-kisah dalam Al-Qur’an memiliki keunikan dan keistimewaan dibandingkan dengan kisah lainnya. Pada penelitian ini penulis akan mengungkapkan salah satu kisah dalam Al-Qur’an, yaitu kisah Ashabul Kahfi yang mana kisah ini terdapat dalam surah Al-Kahfi ayat 9-26, kemudian dianalisis menggunakan studi komparatif perbandingan antara dua kitab tafsir yaitu kitab tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab dengan kitab tafsir Ibnu Katsir karya Ibnu Katsir. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka library research, yang akan membahas tentang kisah Ashabul Kahfi menurut dua mufasir terkenal yaitu M. Quraish Shihab dan Ibnu Katsir. Adapun dari penafsiran antara kedua kitab tafsir ini nantinya akan diperoleh suatu kesamaan maupun perbedaan dalam menafsirkan kisah Ashabul Kahfi. Selain itu hasil antara penafsiran keduanya juga dapat ditarik suatu relevansi/hubungan dengan masyarakat Indonesia masa kini. Karena seperti kisah-kisah pada umumnya kisah ini juga terdapat ibrah/keteladanan yang baik bagi kaum muda khususnya. Ashabul Kahfi merupakan pemuda yang teguh pendirian kala itu, mereka rela meninggalkan kampungnya demi akidah mereka. Mereka memohon pertolongan kepada Allah dan agar diberikan rahmat. Allah pun mengabulkan permintaan mereka dengan menunjukkan mereka ke sebuah gua kemudian, menidurkan mereka selama 309 Tahun, lalu membangunkan mereka dalam keadaan badan yang tidak berubah sedikit pun. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this LufaefiVarious interpretations of the Quran were born in Indonesia; one of which is Tafsir Al-Mishbah that is different from the earlier interpretations in Indonesia. Tafsir Al-Mishbah comes as the answer and light that provides solutions to the problems of humanity. This article will elaborate the underlying reason that the Tafsir Al-Mishbah was written, its method and style, and examine the aspects and characteristic of Tafsir Al-Mishbah—which may be absent in other interpretations—such as aspects of locality, textuality, rationality, and diversity of references. This paper also examines general strengths in the Tafsir Al-Mishbah and its shortcomings. Abstrak Beragam tafsir al-Quran lahir di bumi Nusantara. Tafsir Al-Mishbah adalah tafsir nusantara yang berbeda dengan tafsir-tafsir nusantara sebelumnya. Tafsir Al-Mishbah hadir menjadi jawaban sekaligus penerang yang memberi solusi bagi persoalan-persoalan umat manusia. Artikel ini akan mengurai latar belakang kenapa tafsir Al-Mishbah ditulis, mengetahui metode dan corak tafsir Al-Mishbah, dan menelaah aspek-aspek apa yang menjadi ciri khas tafsir Al-Mishbah—yang bisa jadi tidak dimiliki tafsir-tafsir yang lainnya—seperti aspek lokalitas, aspek tekstualitas, aspek rasionalitas, dan keragaman rujukannya. Makalah ini juga menelaah kelebihan-kelebihan secara umum dalam tafsir AlMishbah, sekaligus kekurangan-kekurangannya Umaiyatus SyarifahThe narrative verses in the Holy Qur’an mainly function to lead the morality akhlaq of the society. Islam has guiding principles for interpreting such verses so that Moslems can gain objective comprehension upon them. One of the foremost principles is to view the narratives as mysterious events and only Allah SWT knows the sequential facts-say, the real chronologies– of the stories. Besides, Moslems should not rely the validity of the narratives on ahl al-kitab’s explanation. It is, finally, imperative that any stories be confirmed and rechecked across reliable sources, such as al-Qur’an, hadits, and ulama’s trustworthy interpretation tafsir. As the interpretation of narrative verses spread very fast orally or in written, it might be unexpectedly interfered by some Israiliyat stories. This paper provides three insights to respond the subsistence of Israiliyats first, the validity of the Israiliyats should always be questioned except when al Quran and Hadits have provided evident points of justification; second, the Israiliyats whose content is appropriate with the teachings of al Quran and hadits can enrich our religious perspectives; third, the Israiliyats whose content contradicts Islamic values syari’ah should be disregarded and thrown away; and fourth, it is prohibited to tell false Daftar RujukanDAFTAR RUJUKAN Azizi, Abdul Syukur al-. Islam itu Ilmiah. Yogyakarta Laksana, al-Kahfi dan Zaman ModernImran N HoseinHosein, Imran N. Surat al-Kahfi dan Zaman Modern. Kuala Lumpur, Alur-Alur Pemaparan dan Fragmen Kisah Ashabul Kahfi Dalam Al-Qur'anHikmah LatifLatif, Hikmah. "Melacak Alur-Alur Pemaparan dan Fragmen Kisah Ashabul Kahfi Dalam Al-Qur'an." Tafsere 4, no. 2 2016.Kisah-Kisah dalam Surat al-Kahf. Bandung Penerbit DutaAngga MulyanaMulyana, Angga. Kisah-Kisah dalam Surat al-Kahf. Bandung Penerbit Duta, Pendidikan Islam Dalam Kisah Ashabul Kahfi Analisis Kajian Al-Qur'an Surah Al-Kahfi 9-2Achyar RahmansyahZeinSyamsu DanNaharRahmansyah, Achyar Zein, dan Syamsu Nahar. "Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Kisah Ashabul Kahfi Analisis Kajian Al-Qur'an Surah Al-Kahfi 9-2." Edu Religia 3, no. 4 2019.Quraish ShihabShihab, Quraish. Tafsir al-Misbah. Vol. 8. Jakarta Lentera Hati, 2006. Al-Qur'an as a guide to Muslim thought provides many lessons that need to be developed philosophically and scientifically, as a framework for building Islamic education. One of the methods used by the Koran to provide a journey for humans is by describing the stories that exist in the Koran itself. This research is a research library research using the Muqarin comparative method in its analysis. The results of the research analysis show 1 Interpretation of M. Quraish Shihab and interpretation of Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Quraish uses the method of writing tahlili and maudhi thematic interpretations and explains the content in the verse with a beautiful editorial then pays attention to vocabulary or language to highlight the Koran in human life, explaining the contents of the verse one by one first then globally reviewed the contents of the letter in general. While Al-Maraghi uses the tahlili method which is based on a combination of bi al-ma'sur and bi al-ra'yi, by explaining in detail the incidents and events per verse. In the interpretation of Al-Maraghi, he often connects events or words in the verse logically so that the story in the verse seems logical and sequential. 2 The values of education in general are about the command to study until the end of life, so that mankind does not have an arrogant character to learn from anyone and does not fast fast when gaining knowledge. Educational values for teachers about how to implement good teaching strategies and characteristics that an educator or teacher must have, such as being patient, forgiving when students make mistakes, making him a worthy person to be imitated. Then the educational values for students about morals for teachers must be curious, polite, unyielding and willing to learn from anyone regardless of rank and degree To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. Tafsir Al Qur’an Surat Al Kahfi Ayat yang ke 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, dan tentang kisah Nabi Musa beserta muridnya untuk mencari orang yang lebih dalam ilmunya; Nabi Khidir. Tindakan-tindakan Nabi Khidir ketika bersama Nabi Musa mencabuti papan dan melubangi perahu sehingga penumpangnya tenggelam, membunuh anak kecil, dan menegakkan dinding yang hampir roboh. Lalu menerangkan juga tentang faedah dan hikmah dari cerita Musa dan Khidir Khidir biasa disebut juga dengan Khadir atau Khaidhir adalah Nabi misterius yang mengajarkan ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa. Baca juga Tafsir Al Kahfi Ayat 47-59 Ayat 60-64 Kisah Nabi Musa alaihis salam bersama Khidir, dan di sana terdapat keutamaan mengadakan perjalanan jauh untuk mencari ilmu serta memikul kesulitannya serta bersikap tawadhu’ ketika berbicara dengan para ulama. وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا ٦٠ فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا ٦١ فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا ٦٢ قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا ٦٣قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا ٦٤ Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 60-64 60. [1]Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya[2], “Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua laut[3]; atau aku akan berjalan terus sampai bertahun-tahun.” 61. Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya[4], lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. 62. Maka ketika mereka telah melewati tempat itu, Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” 63. Muridnya menjawab, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” 64. Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari[5].” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Ayat 65-74 Tindakan yang dilakukan Khidir dan sanggahan Nabi Musa alaihis salam terhadapnya. فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا ٦٥ قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا ٦٦ قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٦٧ وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا ٦٨ قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا ٦٩ قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا ٧٠ فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا ٧١قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٧٢ قَالَ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا ٧٣ فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا ٧٤ Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 65-74 65. [6]Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami[7], yang telah Kami berikan rahmat[8] kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami. 66. Musa berkata kepadanya[9], “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu untuk menjadi petunjuk[10]?” 67. Dia menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku[11]. 68. Dan bagaimana engkau dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu[12]?” 69. Musa berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun[13]. 70. Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun[14], sampai aku menerangkannya kepadamu[15].” 71. Maka berjalanlah keduanya[16], hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia Khidir melubanginya[17]. Musa berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?” Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.” 72. Dia Khidir berkata, “Bukankah sudah kukatakan, “Bahwa engkau tidak mampu sabar bersamaku.” 73. Musa berkata, “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku[18] dan janganlah engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku[19].” 74. Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka dia Khidir membunuhnya[20]. Dia Musa berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih[21], bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.” [1] Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan tentang Nabi-Nya, yaitu Musa alaihis salam, rasa cintanya kepada kebaikan dan mencari ilmu. [2] Menurut ahli tafsir, murid Nabi Musa alaihis salam itu adalah Yusya bin Nun, di mana ia menemani Nabi Musa alaihis salam, melayaninya dan mengambil ilmu darinya. [3] Di mana di tempat itu ada seorang hamba Allah yang dalam ilmunya. [4] Yusya’ lupa membawa ikannya ketika berangkat, dan Musa lupa mengingatkannya. Ikan itu dibawa sebagai perbekalan keduanya dan untuk dimakan saat lapar, namun sebelumnya telah diberitahukan kepada Musa, bahwa apabila ia kehilangan ikan itu, maka di sanalah hamba itu berada. Para mufassir menerangkan, “Sesungguhnya ikan yang menjadi perbekalan keduanya, ketika mereka sampai ke tempat itu, ikan itu tersiram air laut dan terbawa ke laut dengan izin Allah, lalu menjadi hidup bersama ikan-ikan yang lain.” [5] Karena itu pertanda adanya orang yang kita cari di sana. [6] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas, dari Ubay bin Ka’ab dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa Nabi Musa pernah berdiri khutbah di tengah-tengah Bani Israil, lalu ia ditanya, “Siapakah manusia yang paling dalam ilmunya?” Ia menjawab, “Saya orang yang paling dalam ilmunya.” Maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyalahkannya karena tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala kemudian mewahyukan kepadanya yang isinya, “Bahwa salah seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan lebih dalam ilmunya daripada kamu.” Musa berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana cara menemuinya?” Lalu dikatakan kepadanya, “Bawalah ikan dalam sebuah keranjang. Apabila engkau kehilangan ikan itu, maka orang itu berada di sana.” Musa pun berangkat bersama muridnya Yusya’ bin Nun dengan membawa ikan dalam keranjang, sehingga ketika mereka berdua berada di sebuah batu besar, keduanya merebahkan kepala dan tidur di atas batu itu, lalu ikan itu lepas dari keranjang dan mengambil jalannya ke laut dan cara perginya membuat Musa dan muridnya merasa aneh. Keduanya kemudian pergi pada sisa malam yang masih ada hingga tiba pagi hari. Ketika pagi harinya, Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita, sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini,” dan Musa tidak merasakan keletihan kecuali setelah melalui tempat yang diperintahkan untuk didatangi. Muridnya kemudian berkata kepadanya, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat berlindung di batu tadi, aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan,” Musa berkata, “”Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Ketika mereka sampai di batu besar itu, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menutup dirinya dengan kain atau tertutup dengan kain, lalu Musa memberi salam kepadanya. Lalu Khidir berkata, “Dari mana ada salam di negerimu?” Musa berkata, “Aku Musa.” Khidir berkata, “Apakah Musa Nabi Bani Israil?” Ia menjawab, “Ya.” Musa berkata, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu untuk menjadi petunjuk?” Khidir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku, wahai Musa?” Sesungguhnya aku berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya, demikian pula engkau berada di atas ilmu yang Dia ajarkan kepadamu dan aku tidak mengetahuinya.” Musa berkata, “Engkau akan mendapatiku insya Allah sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan mendurhakai perintahmu.” Keduanya pun pergi berjalan di pinggir laut, sedang mereka berdua tidak memiliki perahu, lalu ada sebuah perahu yang melintasi mereka berdua, lalu keduanya berbicara dengan penumpangnya agar mengangkutkan mereka berdua, dan ternyata diketahui oleh para penumpangnya bahwa yang meminta itu Khidir, maka mereka pun mengangkut keduanya tanpa upah. Tiba-tiba ada seekor burung lalu turun ke tepi perahu kemudian mematuk sekali atau dua kali patukan ke laut. Khidir berkata, “Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu yang berasal dari Allah kecuali seperti patukan burung ini ke laut yakni tidak ada apa-apanya di hadapan ilmu Allah, lalu Khidir mendatangi papan di antara papan-papan perahu kemudian dicabutnya.” Melihat keadaan itu Musa berkata, “Orang yang telah membawa kita tanpa meminta imbalan, namun malah engkau lubangi perahunya agar penumpangnya tenggelam.” Khidir berkata, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” Musa berkata, “Janganlah engkau hukum aku karena lupaku dan janganlah engkau bebankan aku perkara yang sulit.” Untuk yang pertama Musa lupa, maka keduanya pun pergi, tiba-tiba ada seorang anak yang sedang bermain dengan anak-anak yang lain, kemudian Khidir memegang kepalanya dari atas, lalu menarik kepalanya dengan tangannya. Musa berkata, “Apakah engkau hendak membunuh seorang jiwa yang bersih bukan karena ia membunuh orang lain.” Khidir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” –Ibnu Uyainah rawi hadits ini berkata, “Ini lebih berat.” Keduanya pun berjalan, sehingga ketika mereka sampai ke penduduk suatu kampung, keduanya meminta agar penduduknya menjamu mereka namun tidak diberi. Keduanya pun mendapatkan sebuah dinding yang hampir roboh, maka Khidir menegakkannya, Khidir melakukannya dengan tangannya. Musa pun berkata, “Sekiranya engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” Khidir berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah merahmati Musa, kita senang sekali jika ia bersabar sehingga ia menceritakan kepada kita tentang perkara keduanya.” Al Qurthubi berkata, “Dalam kisah Musa dan Khidir terdapat beberapa faedah, di antaranya bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala berbuat dalam kerajaan-Nya apa yang Dia kehendaki dan menetapkan untuk makhluk-Nya dengan apa yang Dia kehendaki yang bermanfaat atau bermadharrat, sehingga tidak ada ruang bagi akal dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya dan menyalahkan hukum-hukumnya, bahkan wajib bagi manusia untuk bersikap ridha dan menerima, karena pencapaian akal untuk memperoleh rahasia rububiyyah Allah sangat terbatas, oleh karennya tidak bisa ditujukan kepada hukum-Nya, “Mengapa begini?” dan “Bagaimana bisa begitu?”, sebagaimana tidak bisa ditujukan terhadap keberadaan dirinya, “Di mana dan dari mana?”, dan bahwa akal tidak sanggup memandang indah dan buruk, dan bahwa semua itu kembalinya kepada syara’, sehingga apa yang dikatakan indah dengan adanya pujian terhadapnya, maka hal itu adalah indah, dan apa yang dikatakan jelek, maka hal itu adalah jelek. Demikian pula termasuk faedahnya bahwa Allah Ta’ala dalam ketetapan-Nya memiliki hikmah-hikmah dan rahasia pada maslahat yang tersembunyi yang memang dipandang. Semua itu dengan kehendak dan iradah-Nya tanpa ada kewajiban atas-Nya dan tanpa ada hukum akal yang tertuju kepadanya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang berhati-hati dari sikap i’tiradh mempersoalkan atau membantah karena ujung-ujungnya adalah kegagalan.” Beliau juga berkata, “Kami pun di sini ingin mengingatkan dua buah kekeliruan. Kesalahan Yang pertama, persangkaan sebagian orang-orang jahil, bahwa Khidir lebih utama daripada Musa karena berpegang dengan kisah ini dan kandungannya. Hal ini tidak lain muncul dari orang yang pandangannya sempit terhadap kisah ini dan tidak melihat kelebihan yang Allah berikan kepada Musa alaihis salam berupa kerasulan, mendengar langsung firman Allah, diberikan-Nya kitab Taurat yang di dalamnya tedapat pengetahuan tentang segala hal, dan sesungguhnya para nabi Bani Israil masuk di bawah syari’atnya dan pembicaraan tertuju kepada mereka dengan hukum kenabiannya bahkan Isa pun juga. Dalil-dalilnya dalam Al Qur’an banyak. Cukuplah di antaranya firman Allah Ta’ala, “Wahai Musa! Sesungguhnya aku memilih melebihkan kamu dari manusia yang lain pada masamu untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku.” terj. Al A’raaf 144. Al Qurthubi juga berkata, “Khidir meskipun nabi namun bukan rasul berdasarkan kesepakatan. Keadaan Khidir itu seperti salah seorang nabi di antara nabi-nabi Bani Israil, sedangkan Musa yang paling utama di antara mereka. Jika kita katakan, bahwa Khidir bukan nabi, tetapi wali, maka nabi lebih utama daripada wali. Hal itu merupakan perkara yang jelas berdasarkan akal dan naql wahyu. Orang yang berpendapat sebaliknya yakni nabi lebih utama daripada wali adalah kafir karena hal tersebut sudah maklum sekali dari syara’. Beliau juga berkata, “Kisah Khidir bersama Musa adalah ujian bagi Musa agar diambil pelajaran. Kesalahan yang kedua, sebagian orang Zindiq menempuh jalan yang sebenarnya merobohkan hukum-hukum syari’at. Mereka berkata, “Sesungguhnya dari kisah Musa dan Kadhir dapat diambil kesimpulan, bahwa hukum-hukum syari’at yang umum hanya khusus bagi orang-orang awam dan orang-orang bodoh, adapun para wali dan orang-orang khusus, maka mereka tidak butuh kepada nash-nash tersebut, bahkan yang diinginkan dari mereka adalah apa yang terjadi dalam hati mereka, dan mereka dihukumi berdasarkan apa yang kuat dalam lintasan hati mereka karena bersihnya hati mereka dari kekotoran dan kosongnya dari penggantian. Nampak kepada mereka ilmu-ilmu ilahi dan hakikat rabbani. Mereka pun mengetahui rahasia-rahasia alam dan mengetahui hukum-hukum juz’iyyah satuan sehingga tidak butuh teradap hukum-hukum syari’at secara keseluruhan sebagaimana sesuai dengan Khidir, di mana Beliau tidak butuh kepada ilmu-ilmu yang nampak baginya yang ada pada Musa, dan diperkuat oleh hadits masyhur, “Bertanyalah kepada hatimu meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu.” Terhadap perakatan ini, Al Qurthubi berkata, “Perkataan ini merupakan perbuatan zindiq dan kekafiran, karena mengingkari syari’at yang maklum, di mana Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah memberlakukan ketetapan-Nya dan kalimat-Nya bahwa hukum-hukum-Nya tidak diketahui kecuali melalui para rasul yang menjadi perantara antara Dia dengan makhluk-Nya, di mana rasul-rasul tersebut menerangkan syari’at dan hukum-hukum-Nya…dst.” Hadits di atas juga memberikan faedah kepada kita agar tidak tergesa-gesa mengingkari dalam masalah yang masih mengandung kemungkinan lihat penjelasan hadits di atas lebih lengkapnya di Fath-hul Bari karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. [7] Yaitu Khidir. [8] Yakni rahmat kenabian menurut suatu pendapat ulama, sedangkan menurut pendapat mayoritas ulama bahwa rahmat di sini adalah rahmat kewalian, yakni ia salah seorang wali di antara wali-wali-Nya. [9] Musa berkata kepadanya secara sopan, bermusyawarah dan memberitahukan keinginannya. [10] Nabi Musa alaihis salam meminta kepada Khidir agar diajarkan ilmu yang diajarkan Allah kepadanya karena menambah ilmu itu disyari’atkan. [11] Yakni karena engkau akan akan melihat perkara-perkara yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya, di mana perkara tersebut zahirkelihatannya mungkar, namun sesungguhnya tidak. [12] Yakni engkau belum mengetahui maksud dan akhirnya. [13] Disebutkan kata “Insya Allah” karena Nabi Musa alaihis salam belum yakin terhadap kemampuan dirinya, dan seperti inilah kebiasaan para nabi dan para wali, di mana mereka tidak merasa yakin terhadap diri mereka sedetik pun. [14] Yang aku lakukan dan bersabarlah; jangan dulu mengingkari. [15] Yakni alasannya. Maka Nabi Musa menerima syaratnya karena memperhatikan adab murid terhadap guru. [16] Di tepi pantai. [17] Dengan mencabut salah satu papannya, lalu menambalnya. [18] Untuk tunduk menerima dengan tidak mengingkari. [19] Yakni pergaulilah aku dengan sikap maaf dan memudahkan. [20] Dengan menarik kepalanya dari atas. [21] Karena anak itu belum baligh. Tags Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al Kahfi, Nabi Khidir, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Kandungan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki. Home Hikmah Kamis, 08 Juni 2023 - 2305 WIBloading... Ayat pertama Surat Al-Kahfi ini diawali dengan kalimat Alhamdulilah, pujian kepada Allah Taala yang telah menurunkan Al-Quran. Foto/ist A A A Surat Al-Kahfi ayat 1 termasuk ayat-ayat yang agung karena berisi pujian kepada Allah yang telah menurunkan Kitab suci Al-Qur'an. Surat Al-Kahfi memiliki banyak keistimewaan karena mengandung banyak hikmah dan kisah pemuda beriman yang menghuni gua. Keutamaan Surat Al-Kahfi disebutkan dalam Hadis berikut, Rasulullah SAW bersabda "Barangsiapa yang membaca Surat Al-Kahfi pada hari malam Jumat, dia akan disinari cahaya di antara dua Jumat." HR An Nasa'i dan Al-BaihaqiRiwayat lain "Barangsiapa membaca sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, maka ia akan terlindungi dari fitnah Dajjal." HR Ibnu HibbanKandungan Surat Al-KahfiDi antara kandungan Surat Al-Kahfi yaitu kisah tujuh pemuda penghuni gua Ashabul Kahfi dan seekor anjing yang tinggal selama 309 tahun menurut kalender Hijriyah atau 300 tahun menurut kalender Masehi. Kemudian, Kisah pemilik kebun Ayat 32-44. Kisah pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir 'alaihis salaam Ayat 60-82 atau dikenal dengan ujian ilmu. Dan Kisah Raja Dzulqarnain dan Ya'juj Wa Ma'juj ayat 83-98. Baca Juga Tafsir Al-Kahfi Ayat 1اَ لۡحَمۡدُ لِلّٰهِ الَّذِىۡۤ اَنۡزَلَ عَلٰى عَبۡدِهِ الۡكِتٰبَ وَلَمۡ يَجۡعَلْ لَّهٗ عِوَجًا ؕ‏Alhamdulillaahil ladziii anzala 'alaa 'abdihil kitaaba wa lam yaj'al lahuu ' "Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab Al-Qur'an kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok." QS Al-Kahfi Ayat 1PenjelasanAyat pertama Surat Al-Kahfi ini diawali dengan kalimat اَ لۡحَمۡدُ لِلّٰهِ Alhamdulilah, pujian kepada Allah Ta'ala. Allah memulai surat ini dengan memuji diri-Nya yang menyandang pujian sekaligus mengingatkan manusia agar memuji dan menaati tafsir ringkas Kemenag, segala puji hanya tertuju bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW kitab suci Al-Qur'an. Dan Dia tidak membuat padanya kebengkokan, baik redaksi maupun maknanya. Ayat demi ayatnya saling menjelaskan tidak ada pertentangan satu dengan ayat ini Allah memuji diri-Nya, sebab Dialah yang menurunkan kitab suci Al-Qur'an kepada Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup yang jelas. Melalui Al-Qur'an, Allah memberi petunjuk kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Artinya, ayat Al-Qur'an saling membenarkan dan mengukuhkan ayat-ayat lainnya, sehingga tidak menimbulkan keraguan. Nabi Muhammad SAW yang menerima amanat-Nya menyampaikan Al-Qur'an kepada umat manusia. Dalam ayat disebut dengan kata 'hamba-Nya untuk menunjukkan kehormatan yang besar kepadanya, sebesar amanat yang dibebankan ke pundaknya. Demikian tafsir singkat Surat Al-Kahfi Ayat 1 yang dapat kita jadikan pelajaran. Baca Juga rhs tafsir surat al kahfi surat al kahfi keutamaan surat al kahfi Artikel Terkini More 5 menit yang lalu 2 jam yang lalu 4 jam yang lalu 5 jam yang lalu 5 jam yang lalu 6 jam yang lalu وَإِنَّا لَجَٰعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا Arab-Latin Wa innā lajā'ilụna mā 'alaihā ṣa'īdan juruzāArtinya Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan pula apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. Al-Kahfi 7 ✵ Al-Kahfi 9 »Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarangTafsir Berharga Terkait Dengan Surat Al-Kahfi Ayat 8 Paragraf di atas merupakan Surat Al-Kahfi Ayat 8 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada sekumpulan tafsir berharga dari ayat ini. Terdokumentasi sekumpulan penjabaran dari beragam ahli ilmu terhadap isi surat Al-Kahfi ayat 8, antara lain seperti berikut📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi ArabiaDan sesungguhnya Kami benar-benar menjadikan apa yang terdapat di muka bumi dari perhiasan tersebut ketika dunia berakhir berupa tanah yang tanpa tumbuh-tumbuhan sama sekali di dalamnya.📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid Imam Masjidil Haram8. Dan Kami akan merubah segala apa yang ada di atasnya berupa makhluk-makhluk yang beragam menjadi tanah yang tandus lagi kosong dari tumbuhan, dan ini akan terjadi setelah berakhirnya masa kehidupan makhluk-makhluk ini, sebab itu mereka manusia hendaknya mengambil pelajaran darinya.📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah8. وَإِنَّا لَجٰعِلُونَ مَا عَلَيْهَا Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan pula apa yang di atasnya Yakni menjadikan perhiasan ini ketika telah habis umur dunia. صَعِيدًاmenjadi tanah rata Yakni menjadi tanah. جُرُزًاlagi tandus Yang tidak terdapat tanaman dan perhiasan di atasnya. Seperti kebun yang habis dimakan dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah8. Sesungguhnya pada hari kiamat kelak Kami benar-benar akan menjadikan apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus tanpa tanaman dan hiasan📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Awaji, professor tafsir Univ Islam MadinahSungguh Kami benar-benar akan menjadikan apa yang di atasnya sebagai tanah} debu {yang kering} kering tidak ada tumbuhan di atasnya📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H8. Meskipun demikian, Allah akan menjadikan semua yang telah disebutkan sebagai obyek-obyek yang fana sirna lagi musnah, lenyap dan berakhir. Bumi akan kembali, “menjadi tanah yang rata lagi tandus,” telah pergi kenikmatan-kenikmatannya, sungai-sungainya berhenti mengalir dan bekas-bekasnya hilang sesrta kenikmatannya sirna. Inilah hakikat dunia. Allah telah mempertontonkannya dengan jelas kepada kita, seolah-olah dunia itu seperti melihat dengan dua mata kita, memperingatkan kita agar tidak terpedaya olehnya dan juga merangsang kita untuk lebih menyukai suatu tempat, yang kenikmatannya abadi dan penghuninya berbahagia. Semua itu merupakan rahmat Allah kepada kita. Orang yang melihat penampilan pesona fisik dunia semata tanpa memperhatikan hakikatnya, niscaya akan tertipu dengan keindahan dan perhiasannya, lalu mereka bersahabat dengannya layaknya binatang-binatang ternak bersahabat dan bersenang-senang dengan dunia seperti binatang-binatang yang digembalakan. Mereka tidak menoleh kepada hak Rabb mereka, dan tidak berkepentingan untuk mengenalnya. Bahkan obsesi mereka hanyalah ingin menikmati syahwat dunia dengan cara apa pun dihasilkan dan pada kesempatan kapanpun yang muncul. Mereka ini, apabila ajal mendatangi mereka, pasti mereka gundah lantaran dirinya hancur dan kenikmatannya lenyap. Bukan merasa bersalah disebabkan perbuatan yang telah dilakukannya berupa penyepelean aturan Allah dan dosa-dosa. Adapun orang yang memperhatikan hakikat dunia, memahami maksud penciptaan dunia dan dirinya, maka dia akan mengambil bagian dari dunia tersebut sekedar untuk dipakai merealisasikan tujuan penciptaan dirinya. Dia memanfaatkan kesempatan dalam umurnya yang berharga, lalu menjadikan dunia sebagai jembatan penyeberangan, bukan tempat bersenang-senang, tempat transit dalam perjalanan, bukan tempat menetap. Dia mengorbankan segala kemampuannya untuk mengenal Rabbnya, melaksanakan perintah-perintahNya dan memperbagus amalannya. Orang ini akan berada di tempat sebaik-baiknya di sisi Allah, dan dia layak untuk menerima segala kemuliaan, kenikmatan, dan kebahagiaan, serta penghormatan di sisi Allah. Dia melihat hakikat dunia, tatkala orang yang tertipu melongok pesona fisiknya, beramal untuk kehidupan akhiratnya tatkala para pemburu dunia beramal untuk dunia. Alangkah jauh perbedaan antara kedua golongan itu!Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, Al-Kahfi ayat 8 Yakni semua perhiasan di muka bumi ini dan kesenangannnya akan binasa, hilang dan habis, dan bumi akan kembali tandus serta kering. Inilah hakikat dunia, Allah telah memperjelas kepada kita sejelas-jelasnya, memperingatkan kita agar tidak tertipu olehnya, mendorong kita untuk mencintai negeri yang kenikmatannya kekal, dan penduduknya berbahagia. Semua itu merupakan rahmat-Nya kepada kita. Namun orang yang melihat dunia zahirnya saja tanpa melihat di balik itu, maka ia akan tertipu oleh gemerlapnya dunia dan keindahannya. Mereka pun menikmati dunia seperti hewan menikmatinya, di mana yang mereka pikirkan hanya makan, minum dan bersenang-senang. Mereka tidak ingat tujuan dari diciptakannya mereka, bahkan yang di benak mereka hanyalah memuaskan hawa nafsu belaka bagaimana pun caranya, halal atau haram. Adapun mereka yang melihat hakikat dunia dan mengetahui tujuan dari diciptakannya mereka, maka dia mengambil dunia ini dan menggunakannya untuk membantu beribadah kepada Allah, dia pun mengisi waktunya dengan ketaatan. Dia juga menjadikan dunia sebagai jembatan, bukan sebaai tujuan. Dia jadikan hidupnya di dunia sebagai musafir; bukan sebagai mukim. Dia juga mengerahkan kemampuannya untuk mengenal Tuhannya, melaksanakan perintah-Nya dan memperbaiki amalnya. Orang inilah yang memperoleh tempat yang baik di sisi Allah, yang layak memperoleh kemuliaan, kenikmatan dan kesenangan. Dia melihat lebih dalam dunia ini, sedangkan orang yang tertipu hanya melihat luarnya saja, dia bekerja untuk akhiratnya, sedangkan orang yang tertipu bekerja untuk dunianya, sungguh berbeda kedua orang itu!📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Kahfi Ayat 8Dan kelak di hari kiamat, kami benar-benar akan menjadikan apa yang di atasnya, yakni apa yang ada di atas bumi menjadi tanah yang tandus lagi kering, tidak ada lagi keindahannya. Demikianlah Allah menjadikan bumi dengan segala isinya yang dipandang indah oleh manusia sebagai sarana untuk menguji siapa di antara manusia itu yang baik perbuatannya dan siapa yang berbuat jahat. Kelak di hari kiamat kebaikan dan kejahatan itu akan mendapat pembalasan yang seadil-adilnya. Apakah engkau mengira bahwa ashha'bul-kahfi, yaitu orang-orang yang mendiami gua, dan yang mempunyai ar-raqim itu, yaitu nama anjing mereka atau tulisan-tulisan yang memuat nama-nama mereka termasuk tanda-tanda kebesaran kami yang menakjubkan' ya, memang ashha'bulkahf dan ar-raqim adalah menakjubkan, tetapi janganlah engkau mengira bahwa itu satu-satunya tanda kebesaran kami yang menakjubkan. Sesungguhnya banyak sekali tanda-tanda kebesaran kami yang sangat menakjubkan. Penciptaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang berada di antara keduanya adalah tanda kekuasaan kami yang sangat menakjubkan apabila engkau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang Demikianlah beragam penjabaran dari para mufassirin mengenai isi dan arti surat Al-Kahfi ayat 8 arab-latin dan artinya, moga-moga bermanfaat untuk kita bersama. Dukung perjuangan kami dengan mencantumkan hyperlink menuju halaman ini atau menuju halaman depan Artikel Paling Banyak Dikunjungi Kaji berbagai topik yang paling banyak dikunjungi, seperti surat/ayat An-Nur 2, Asy-Syams, Al-Isra 23, Al-Mujadalah 11, Al-Baqarah 83, Az-Zalzalah. Termasuk Al-Ma’idah 2, Al-Hujurat 12, Ali Imran, Yunus 40-41, At-Takatsur, Al-Baqarah 286. An-Nur 2Asy-SyamsAl-Isra 23Al-Mujadalah 11Al-Baqarah 83Az-ZalzalahAl-Ma’idah 2Al-Hujurat 12Ali ImranYunus 40-41At-TakatsurAl-Baqarah 286 Pencarian surat al muminun, ali imran 173 dan 174, annur ayat 35, wa in ta'uddu ni'matallahi la tukhsuuha, surat an nisa latin Dapatkan amal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat. Plus dapatkan bonus buku digital "Jalan Rezeki Berlimpah" secara 100% free, 100% gratis Caranya, salin text di bawah dan kirimkan ke minimal tiga 3 group WhatsApp yang Anda ikuti Silahkan nikmati kemudahan dari Allah Ta’ala untuk membaca al-Qur’an dengan tafsirnya. Tinggal klik surat yang mau dibaca, klik nomor ayat yang berwarna biru, maka akan keluar tafsir lengkap untuk ayat tersebut 🔗 *Mari beramal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat ini* Setelah Anda melakukan hal di atas, klik tombol "Dapatkan Bonus" di bawah

tafsir al misbah surat al kahfi